Salah satu masalah terbesar yang kita hadapi sekarang adalah pemanasan global. Dampaknya pada hewan dan pertanian memang mengkuatirkan, terlebih lagi pada populasi manusia sangat menakutkan. Fakta-fakta tentang pemanasan global sering diperdebatkan dalam politik dan media, tetapi, sayangnya, meskipun banyak pihak tidak sepakat tentang penyebab global warming, akan tetapi pemanasan global adalah fakta, terjadi secara global, dan terukur. Berikut ini ada 10 penyebab dan dampak yang timbul akibat pemanasan global.
1. Penyebab global warming: Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil pembangkit listrik.
Penggunaan listrik yang semakin meningkat yang dipasok dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara batubara yang melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer. 40% emisi CO2 dihasilkan oleh produksi listrik AS, dan 93 persen diantaranya berasal dari emisi pembakaran batubara pada industri utilitas. Setiap hari, pasar semakin banyak dibanjiri gadget penggunaannya membutuhkan daya listrik, padahal tidak didukung oleh energi alternatif. Dengan demikian kita akan semakintergantung pada pembakaran batu bara untuk memasok kebutuhan listrik di seluruh dunia.
2. Penyebab Global Warming: Emisi karbon dioksida dari pembakaran bensin pada kendaraan.
Kendaraan yang kita pakai adalah sumber penghasil emisi sekitar 33% yang berdampak terhadap pemanasan global. Dengan pertambahan jumlah penduduk yang tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan, tentu saja akan meningkatkan permintaan akan kendaraan yang lebih banyak lagi, yang berarti penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi dan pabrik yang semakin besar. Konsumsi terhadap bahan bakar fosil jauh melampaui penemuan terhadap cara untuk mengurangi dampak emisi. Sudah saatnya kita meninggalkan budaya konsumtif.
3. Penyebab Global Warming: Emisi metana dari peternakan dan dasar laut Kutub Utara.
Metana merupakan gas rumah kaca yang sangat kuat setelah CO2. Bila bahan organik diurai oleh bakteri pada kondisi kekurangan oksigen (dekomposisi anaerobik) maka metana akan dihasilkan. Proses ini juga terjadi pada usus hewan herbivora, dan dengan meningkatnya jumlah produksi ternak terkonsentrasi, tingkat metana yang dilepaskan ke atmosfer akan meningkat. Sumber metana lainnya adalah metana klatrat, suatu senyawa yang mengandung sejumlah besar metana yang terperangkap dalam struktur bongkahan es. Apabila metana keluar dari dasar laut Kutub Utara, maka tingkat pemanasan global akan meningkat secara signifikan.
4. Penyebab Global Warming: Deforestasi, terutama hutan tropis untuk kayu, pulp, dan lahan pertanian.
Penggunaan hutan untuk bahan bakar (baik kayu dan arang) merupakan salah satu penyebab deforestasi. Di seluruh dunia pemakaian produk kayu dan kertas semakin meningkat, kebutuhan akan lahan ternak semakin meningkat untuk pemasok daging dan susu, dan penggunaan lahan hutan tropis untuk komoditas seperti perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama terhadap deforestasi dunia. Penebangan hutan akan mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfir.
5. Penyebab Global Warming: Peningkatan penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian.
Pada pertengahan abad ke-20, penggunaan pupuk kimia (yang sebelumnya penggunaan pupuk kandang) telah meningkat secara dramatis. Tingginya tingkat penggunaan pupuk yang kaya nitrogen memiliki efek pada penyimpanan panas dari lahan pertanian (oksida nitrogen memiliki kapasitas 300 kali lebih panas- per unit volume dari karbon dioksida) dan kelebihan limpasan pupuk menciptakan 'zona-mati 'di laut. Selain efek ini, tingkat nitrat yang tinggi dalam air tanah karena pemupukan yang berlebihan berdampak terhadap kesehatan manusia yang cukup memprihatinkan.
6. Dampak Global Warming: Kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia.
Para ilmuwan memprediksi kenaikan permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya dua lapisan es raksasa di Antartika dan Greenland, terutama di pantai timur AS. Namun, banyak negara di seluruh dunia akan mengalami dampak naiknya permukaan air laut, yang bisa memaksa jutaan orang untuk mencari pemukiman baru. Maladewa adalah salah satu negara yang perlu mencari rumah baru akibat naiknya permukaan laut
7. Dampak Global Warming : Korban akibat topan badai yang semakin meningkat.
Tingkat keparahan badai seperti angin topan dan badai semakin meningkat, dan penelitian yang dipublikasikan dalam Nature mengatakan:
"Para ilmuwan menunjukkan bukti yang kuat bahwa pemanasan global secara signifikan akan meningkatkan intensitas badai yang paling ekstrim di seluruh dunia. Kecepatan angin maksimum dari siklon tropis terkuat meningkat secara signifikan sejak tahun 1981.Hal tersebut diperkirakan didorong oleh suhu air laut yang semakin meningkat, tidak mungkin mengalami penurunan dalam waktu dekat. "
8. Dampak Global Warming: Gagal panen besar-besaran.
Menurut penelitian terbaru, sekitar 3 miliar orang di seluruh dunia harus memilih untuk pindah ke wilayah beriklim sedang karena kemungkinan adanya ancaman kelaparan akibat perubahan iklim dalam 100 tahun.
"Perubahan iklim ini diramalkan memiliki dampak yang paling parah pada pasokan air. "Kekurangan air di masa depan kemungkinan akan mengancam produksi pangan, mengurangi sanitasi, menghambat pembangunan ekonomi dan kerusakan ekosistem. Hal ini menyebabkan perubahan suasana lebih ekstrim antara banjir dan kekeringan." Menurut Guardian,…pemanasan global menyebabkan 300.000 kematian per tahun.
9. Dampak global warming: Kepunahan sejumlah besar spesies.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Nature, peningkatan suhu dapat menyebabkan kepunahan lebih dari satu juta spesies. Dan karena kita tidak bisa hidup sendirian tanpa ragam populasi spesies di Bumi, ini akan membawa dampak buruk bagi manusia.
"Perubahan iklim sekarang ini setidaknya sama besarnya dengan ancaman terhadap jumlah spesies yang masih hidup di Bumi akibat penghancuran dan perubahan habitat." Demikian pendapat Chris Thomas, konservasi biologi dari University of Leeds.
10. Dampak global warming: Hilangnya terumbu karang.
Sebuah laporan tentang terumbu karang dari WWF mengatakan bahwa dalam skenario terburuk, populasi karang akan runtuh pada tahun 2100 karena suhu dan keasaman laut meningkat. 'Pemutihan' karang akibat kenaikan suhu laut yang terus-menerus sangat berbahaya bagi ekosistem laut, dan banyak spesies lainnya di lautan bergantung pada terumbu karang untuk kelangsungan hidup mereka.
"Meskipun luasnya lautan 71 persen dari permukaan bumi dengan kedalaman rata-rata hampir 4 km - ada indikasi bahwa hal ini mendekati titik kritis. Bagi terumbu karang, pemanasan dan pengasaman air mengancam hilangnya ekosistem global. Jadi diperlukan upaya yang besar untuk menyelamatkan terumbu karang dari kepunahan
Rumah merupakan tempat tinggal yang dimiliki setiap orang, dimanapun dan kapanpun rumah adalah tempat yang paling tepat untuk bersantai bersama keluarga tercinta. Rumah dengan design interior bagus sudah biasa, namun bagaimana yang terjadi jika kita melihat rumah versi unik yang pernah ada di dunia? . Beberapa kalangan memilih rumah tersebut sebagai tempat tinggalnya, meskipun unik namun tetap bisa membuat kita serasa nyaman di dalamnya. Berikut ini 10 Rumah unik tersebut:
1.Rumah terbalik
Rumah ini menurut saya benar-benar unik, maka pantaslah rumah ini dijuluki sebagi rumah unik yang pernah ada, sepitas kita melihatnya membuat kita mersa pusing karena bangunan rumahnya terbalik. Rumah ini terletak di Szymbark, Polandia yang kononya konsep rumah tersebut mendeskripsikan masa komunis saat ini.
2.Rumah Gelembung
Ada-ada saja sebutan nama rumah ini,rumhah ini memang terlihat seperti gelembung –gelembung, letaknya di Cannes , Perancis. Rumah seunik ini adalah hasil rancangan dari arsitek Antti Lovag.
3.Rumah Sepatu
Melihat konsep bangunannya mirip sekali dengan sepatu, rumah ini memiliki ukuran yang cukup besar yang terletak di Hellam, Pennsylvania, Amerika. Rumah ini kabarnya pernah menjadi tempat penyimpanan es dan akhrnya saat ini digunakan sebagi musem.
4.Rumah Jamur
Rumah ini mirip sekali dengan tanaman jamur, Rumah ini berbahan dasar terbuat dari kayu pohon. Letakya di Cicinnati. Keunikan rumah ini pun tidak lepas dari design rancangan Terry Brown, Sebuah Profesor yang telah menekuni bidang arsitek selama bertahun-tahun.
5.Rumah Berjalan
Jika anda ingin berpindah-pindah tempat tidak salahnya mencontek konsep rumah yang satu ini, Rumah stinggi 10 kaki ini digerakan oleh energi solar dan juga angin. Adapun ide pembuatan rumah ini agar menyelamatkan para warga dari banjir dan gempa bumi.
6. Rumah Iglo
Bangunan ini ditumbuhi rumput diatapnya,Rumah ini merupakan cottage yang didirikan di kawasan pesisir pantai Kvivik,Pulau Faroe.
7.Rumah Stawberry
Melihatnya sangat lucu, rumah ini dinamakan rumah strawberry karena designnya persis dengan buah strawberry. Rumah ini terletak di Tokyo, jepang.
8.Rumah Air Terjun
Jika ingin menikmati suasana alam terbuka, mungkin rumah terjun adalah konsep yang bisa dicontek untuk menciptakan rumah. Rumah ini berlokasi di Pennsyvania, Amerika hasil rancangan arsiitektur Frank lloyd Wright. Rumah tersebut sengaja dibangun dibawah air terjun.
9. Rumah Tong
Jika melihat rumah ini mungkin kita bisa melihat tong besar yang tak terisi, padahal ini adalah sebuah rumah tong kayu yang berfungsi untuk mengawetkan anggur. Rumah ini berlokasi di Michgan, Amerika .
10.Rumah Kerang
Yang terakhir ialah rumah yang menyerupai dengan kerang. Rumah ini lengkap dengan kamar tidur, kamar mandi dan juga dapur. Rumah ini adalah rancangan dari Senosiain Arquitectos di Mexico.
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki
peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam
kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan
manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup
manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis,
pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan
pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk
pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota
suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir
selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol
maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung
atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak
langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang
peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang
tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari
keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan
institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan
membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang
praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena
itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan,
perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim
politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan
masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih
khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan
pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan
yang memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan,
kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan
pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan
menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.
B.PENGERTIAN BUDAYA POLITIK
1.Pengertian Umum Budaya Politik
Budaya politik merupakan sistem
nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat
berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya.
Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara
tajam antara kelompok elite dengan
kelompok massa.
Almond dan Verba
mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga
negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap
terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata
lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik
diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga
negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan
lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi
itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di
dalam sistem politik.
Berikut ini adalah beberapa
pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih
memahami secara teoritis sebagai berikut :
a.Budaya politik adalah aspek politik dari
nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan
diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional
untuk menolak atau menerima nilai-nilai
dan norma lain.
b.Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi
atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua
(aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan,
utopis, terbuka, atau tertutup.
c.Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut
masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d.Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan
norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam
pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong
inisiatif kebebasan), sikap terhadap
mobilitas (mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas), prioritas kebijakan
(menekankan ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya
membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat
orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang
bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem
politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah
individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat
aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya
fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri
dari orientasi individual.
1.Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
Terdapat banyak sarjana ilmu
politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi
konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan
dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah
begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang
sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik
tentang budaya politik.
a.Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan
orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota
suatu sistem politik.
b.Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan
empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu
situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c.Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang
terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang
berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
d.Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat
pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara
bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
e.Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan,
nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga
kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian
tertentu dari populasi.
Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat
ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut
:
Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih
mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih
menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap,
nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel
A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis darisebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya
sebuah sistem politik.
Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya
politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka
tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang
diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang
terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik.
Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik,
dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur
politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya.
Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga
legislatif, eksekutif dan sebagainya.
Ketiga : budaya politik merupakan deskripsi
konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam
tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di
suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan dengan
pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara
secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik
yang ideal.
1.Komponen-Komponen Budaya Politik
Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi
psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney,
adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya
konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan
kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka
komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang
terkategori menjadi beberapa unsur.
Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari
budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations)
dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond
dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan
Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya
politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.
Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik,
peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan
pe-nampilannya.
Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara
tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan
perasaan.
C.TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK
1.Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki
sistem ekonomi dan teknologi yang
kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja
sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki
kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
a.Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang
sebagai usaha mencari
alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan
menantang. Bila terjadi kriris, maka yang
dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang
mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
b.Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang
harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama.
Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat
militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup
jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir
selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan
perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a.Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental
Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap
selalu sempurna dan tak dapat diubah
lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir
demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang
hal-hal yang baru atau yang
berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap
tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka,
tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap
tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan
unsur baru.
b.Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental
Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif
biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat
melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali
tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik
sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap
perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan.
Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya
sebagai salah satu masalah
untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
1.Berdasarkan Orientasi Politiknya
Realitas yang ditemukan dalam
budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi
politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka
setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan
ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe
memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari realitas budaya politik
yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond
mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
a.Budaya politik parokial(parochial political culture), yaitu
tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor
kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
b.Budaya politik kaula(subyek political culture), yaitu
masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya)
tetapi masih bersifat pasif.
c.Budaya politik partisipan(participant political culture), yaitu
budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
Dalam kehidupan masyarakat,
tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan
gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang klasifikasi
budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah sebagai berikut.
No
Budaya Politik
Uraian / Keterangan
1.
Parokial
a.Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input,
obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati
nol.
b.Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.
c.Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan
yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.
d.Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
e.Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih
sederhana dimana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim.
f.Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat
afektif dan normatif dari pada kognitif.
2.
Subyek/Kaula
a.Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem
politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi
frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan
terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
b.Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah
c.Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap output,
administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif.
d.Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input
yang terdiferensiansikan.
e.Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada
kognitif.
3.
Partisipan
a.Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input,
output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu.
b.Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung
diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem politik secara
komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif
(aspek input dan output sistem politik)
c.Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek politik
d.Masyarakat berperan sebagai aktivis.
Kondisi masyarakat dalam budaya
politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan
memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan
terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal
tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi
pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan
untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat
praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.
Budaya politik partisipan
merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini
dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah,
yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan
sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan,
karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan
oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam
proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain
itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat
secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga
negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan
kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya
politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki
pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap
sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif.
Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap
sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap
negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah
politik.
Demokrasi sulit untuk
berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena
masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap
proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat
lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan
politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi
politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap
berjalannya sistem politik.
Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling
rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka
adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan
dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem
politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi
dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan
jarang membicarakan masalah-masalah politik.
Budaya politik ini juga
mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan
untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan
keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan
institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk
mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila
terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya
politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum
maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Namun dalam kenyataan tidak ada
satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau
subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe
tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke
dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
a.Budaya politik subyek-parokial (the
parochial- subject culture)
b.Budaya politik subyek-partisipan (the
subject-participant culture)
c.Budaya politik parokial-partisipan (the
parochial-participant culture)
Berdasarkan penggolongan atau
bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model
kebudayaan politik sebagai berikut :
Model-Model Kebudayaan Politik
Demokratik Industrial
Sistem Otoriter
Demokratis Pra Industrial
Dalam sistem ini cukup banyak
aktivis politik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai poli-tik dan kehadiran
pemberian suara yang besar.
Di sini jumlah industrial dan modernis sebagian kecil, meskipun terdapat organisasi politik
dan partisipan politik seperti mahasiswa, kaum in-telektual dengan tindakan persuasif menentang sis-tem yang
ada, tetapi seba-gian besar
jumlah rakyat hanya menjadi subyek yang pasif.
Dalam sistem ini hanya
terdapat sedikit sekali parti-sipan dan sedikit pula keter-libatannya
dalam peme-rintahan
Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik,
menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti
Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa,
konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan,
apalagi kritik. Jika pemimpin
itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjukkan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada
pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang
mengembangkan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak
mengekang kebebasan.
Suatu pemerintahan yang kuat
dengan disertai kepasifan yang kuat dari rakyat, biasanya mempunyai budaya politik bersifat agama politik, yaitu politik
dikembangkan berdasarkan ciri-ciri
agama yang cenderung mengatur secara ketat setiap anggota masyarakat. Budaya tersebut merupakan usaha
percampuran politik dengan ciri-ciri keagamaan yang dominan dalam masyarakat tradisional di negara yang
baru berkembang.
David Apter memberi gambaran tentang kondisi politik yang
menimbulkan suatu agama politik
di suatu masyarakat, yaitu kondisi politik yang terlalu sentralistis dengan
peranan birokrasi atau militer
yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berdasarkan budaya politik agama tersebut dapat mendorong
atau menghambat pembangunan karena massa rakyat harus menyesuaikan diri pada kebijaksanaan para
elite politik.
D.SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK
1.Pengertian
Umum
Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari
fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun
juga baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan
sebagainya. Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan
orientasi politik pada anggota
masyarakat.
Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan
oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh
interaksi pengalaman-pengalaman
serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik, merupakan proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari
usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang
relevan yang memberi bentuk
terhadap tingkah laku politiknya. Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap
yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui mana individu menerima rangsangan-rangsangan
politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.
Jadi, sosialisasi politik adalah proses dengan mana individu-individu
dapat memperoleh pengetahuan,
nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin
bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa
saja menyebabkan pengingkaran
terhadap legitimasi. Akan tetapi, apakah akan menuju kepada stagnasi atau perubahan, tergantung pada keadaan yang
menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak ada legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang
aktif terhadap sistem politiknya, maka perubahan
mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi itu dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan
tak mungkin yang dihasilkan stagnasi
1.Pengertian
Menurut Para ahli
Berbagai pengertian atau batasan mengenai sosialisasi
politik telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan terkemuka. Sama halnya
dengan pengertian-pengertian tentang budaya politik, sistem politik dan
seterusnya, meskipun diantara para ahli politik terdapat perbedaan, namun
pada umumnya tetap pada prinsip-prinsip dan koridor yang sama. Berikut ini
akan dikemukana beberapa pengertian sosialisasi politik menurut para ahli.
David F.
Aberle, dalam “Culture and Socialization”
Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau
aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu
keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan
sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau
yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang
kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus
dipelajari.
Gabriel
A. Almond
Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik
dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga
merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan
politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
Irvin L.
Child
Sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana individu, yang
dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut
untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu
jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya sesuai dengan
standar-standar dari kelompoknya.
Richard
E. Dawson dkk.
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan
pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua,
guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru
dan mereka yang menginjak dewasa.
S.N.
Eisentadt, dalamFrom
Generation to Ganeration
Sosialisasi politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh
manusia lain, dengan siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki
beberapa jenis relasi-relasi umum. Oleh Mochtar Mas’oed disebut dengan transmisi
kebudayaan.
Denis
Kavanagh
Sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari
dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
Alfian
Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah
proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati
betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal
yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan
perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut,
dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. Dari
pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni:
pertama : sosialisasi
politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus
selama peserta itu hidup.
Kedua : sosialisasi
politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung
dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan
mengenai politik secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga,
sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak
politik langsung.
Dari sekian banyak definisi ini nampak mempunyai
banyak kesamaan dalam mengetengah-kan beberapa segi penting sosialisasi
politik, sebagai berikut.
Sosialisasi
secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari
pengalaman/ pola-pola aksi.
memberikan
indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam
batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi, berkenaan pengetahuan
atau informasi, motif-motif (nilai-nilai) dan sikap-sikap.
sosialisasi
itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun
periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang
hidup.
bahwa
sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas
sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan
penjelasan mengenai tingkah laku sosial.
Dari sekian banyak pendapat di atas, menurut Michael
Rush & Phillip Althoff, ada dua masalah yang berasosiasi
dengan definisi-definisi tersebut di atas.
Pertama : seluas
manakah sosialisasi itu merupakan proses pelestarian yang sistematis? Hal
ini penting sekali untuk menguji hubungan antara sosialisasi dan perubahan
sosial; atau istilah kaum fungsionalis, sebagai pemeliharaan sistem. Dalam
kenyataan tidak ada alasan sama sekali untuk menyatakan mengapa suatu teori
mengenai sosialisasi politik itu tidak mampu memperhitungkan: ada atau
tidaknya perubahan sistematik dan perubahan sosial; menyediakan satu teori
yang memungkin pencantuman dua variabel penting, dan tidak membatasi diri
dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, dengan siapa yang diajar,
siapa yang mengajar dan hasil-hasil apa yang diperoleh. Dua variabel
penting adalah pengalaman dan kepribadian dan kemudian akan
dibuktikan bahwa kedua-duanya, pengalaman dan kepribadian individu,
lebih-lebih lagi pengalaman dan kepribadian kelompok-kelompok individu-
adalah fundamental bagi proses sosialisasi dan bagi proses perubahan.
Kedua :adalah
berkaitan dengan keluasan, yang mencakup tingkah laku, baik yang terbuka
maupun yang tertutup, yang diakses yang dipelajari dan juga bahwa berupa
instruksi. Instruksi merupakan bagian penting dari sosialisasi, tidak perlu
disangsikan, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anaknya beberapa cara
tingkah laku sosial tertentu; sistem-sistem pendidikan kemasyarakatan,
dapat memasukkan sejumlah ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan;
negara bisa secara berhati-hati menyebarkan ideologi-ideologi resminya.
Akan tetapi tidak bisa terlalu ditekankan, bahwa satu bagian besar bahkan
sebagian terbesar sosialisasi, merupakan hasil eksperimen; karena semua itu
berlangsung secara tidak sadar, tertutup, tidak bisa diakui dan tidak bisa
dkenali.
Istilah-istilah seperti “menanamkan” dan
sampai batas kecil tertentu “menuntun pada perkembangan”
kedua-duanya cenderung mengaburkan segi penting dari sosialisasi. Maka Michael
Oakeshott menyatakan; “Pendidikan politik dimulai dari keminkamtaan
meminati tradisi dalam bentuk pengamatan dan peniruan terhadap tingkah laku
orang tua kita, dan sedikit sekali atau bahkan tidak ada satupun di dunia
ini yang tampak di depan mat akita tanpa memberikan kontribusi terhadapnya.
Kita menyadari akan masa lampau dan masa yang akan datang, secepat
kesadaran kita terhadap masa sekarang.”
Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu
sebagian bersifat terbuka, sistematik dan disengaja, namun secar atotal
adalah tidak realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap pengalaman harus
diakui oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang menyangkut
pengalaman tersebut.
Kiranya kita dapat memahami bahwa sosialisasi politik
adalah proses, dengan mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan,
nilai-nilai dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya.
Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem
politiknya, sekalipun hal ini mungkin terjadi. Sebab hal ini bisa saja
menyebabkan pengingkaran terhadap legitimasi; akan tetapi apakah hal ini
menuju pada stagnasi atau pada perubahan, tergantung pada keadaan yang
menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila tidak adanya legitimasi itu
disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem politiknya,
maka perubahan mungkin saja terjadi, akan tetapi apabila legitimasi itu
dibarengi dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tidakmungkin
terjadi stagnasi.
2.Proses
Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik
diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar
politik dimulai pada usia tiga
tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup
perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti "keterikatan kepada
sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai
kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya.
Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia
sembilan dan sepuluh tahun timbul
kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara,
demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat
penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak
mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal.
Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan.
Easton dan Dennis mengutarakan
ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut.
Pengenalan otoritas melalui individu
tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
Perkembangan
pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat
pemerintah.
Pengenalan mengenai institusi-institusi politik
yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
Perkembangan pembedaan antara
institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan
dengan institusi-institusi ini.
Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki
nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi
orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu
adalah sebagai berikut :
Tradisi; terutama agama,
tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dantradisi pada umumnya
Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan,
ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan
hati.
Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari
kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.
Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.
Sosialisasi politik adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang
belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun
sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana
dalam sosialisasi politik, antara lain :
1) Keluarga (family)
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien
dan efektif adalah di dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara
orang tua dengan anak, sering terjadi “obrolan” politik ringan
tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan
nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.
2)Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan
kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan
berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung
nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah
memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan
nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
3)Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran
sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut
anggota kader maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat
kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image”
memperjuangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari
masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.
Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi
terdapat banyak perbedaan. Menurut Robert
Le Vine yang telah
menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat Daya: kedua suku bangsa tersebut merupakan
kelompok-kelompok yang tidak tersentralisasi
dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang
sama dan ditandai ciri
karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya bersifat egaliter (percaya semua
orang sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat otoriter
dan agresif. Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati
tradisi mereka masing-masing.
4.Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Berkembang
Masalah sentral sosiologi politik dalam masyarakat
berkembang ialah menyangkut perubahan.
Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha yang sistematis telah dilakukan
untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah
mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha Kemal (Kemal Ataturk) berusaha untuk memodernisasi
Turki, tidak hanya secara
material, tetapi juga melalui proses-proses sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara Ghana.
Menurut Robert Le Vine,
terdapat 3 (tiga) faktor masalah penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat
berkembang, yaitu sebagai berikut :
Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang
dapat melampaui kapasitas mereka untuk "memodernisasi" keluarga
tradisonal lewat industrialisasi
dan pendidikan.
Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan
nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga
kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisonal. Namun, si Ibu dapat
memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.
Adalah mungkin pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk
menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi
oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah perkotaan, khususnya dengan
pembentukan komunitaskomunitas kesukuan dan etnis di daerah-daerah
ini.
5.Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang
bervariasi menurut waktu serta yangselalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan
dengan sifat dari pemerintahan dan
derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi
utama dari sosialisasi politik Sebaliknya,
semakin besar derajat perubahan dalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama
dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil jumlah agensi-agensi utama
dari sosialisasi politik itu.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan
hasil survei silang nasional (cross-national) mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa masing-masing kelima negara yang
ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, mempunyai
kebudayaan politik tersendiri. Amerika dan Inggris dicirikan oleh
penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang cukup tinggi
dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka dapat mempengaruhi
peristiwa-peristiwa sampai pada satu
taraf tertentu.
Tekanan lebih besar diletakkan
orang-orang Amerika pada masalah partisipasi, sedangkan orang Inggris memperlihatkan rasa
hormat yang lebih besar terhadap
pemerintahan mereka. Kebudayaan politik dari Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak
terpengaruh oleh sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun
demikian, para respondennya merasa mampu untuk
mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut. Sedangkan di Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan
terhadap teori politik dan keterasingan dari substansinya.
Suatu faktor kunci di dalam konsep kebudayaan politik adalah legitimasi,
sejauh mana suatu sistem politik dapat
diterima oleh masyarakat. Legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik
atau dapat dibatasi dalam beberapa aspek. Seperti di Amerika Serikat, kebanyakan orang Amerika menerima
lembaga presiden, kongres, dan MA, tetapi penggunaan hak-hak dari lembaga
tersebut selalu mendapat
kritik dari masyarakat.
6.Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik
Sosialisasi politik, menurut Hyman merupakan
suatu proses belajar yang kontinyu yang melibatkan baik belajar secara
emosional (emotional learning) maupun indoktrinasi politik yang
manifes (nyata) dan dimediai (sarana komunikasi) oleh segala partisipasi
dan pengalaman si individu yang menjalaninya. Rumusan ini menunjukkan
betapa besar peranan komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik di
tengah warga suatu masyarakat. Tidak salah jika dikemukakan bahwa segala
aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses
sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi
menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan
kultur dan struktur mereka sepanjang waktu. Hal ini dilakukan terutama
melalui cara pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang dilalaui
oleh anggota muda masyarakat dalam proses pendewasaan mereka. Menurut G.
A. Almond, kata “terutama” sengaja digunakan karena dalam sosialisasi
politik – seperti halnya belajar dalam pengertian yang umum – tidak
berhenti pada titik pendewasaan itu sendiri, terlepas dari bagaimanapun
batasannya pada masyarakat yang berbeda-beda.
Di dalam realitas kehidupan masyarakat, pola-pola
sosialisasi politik juga mengalami perubahan seperti juga berubahnya
struktur dan kultur politik. Perubahan-perubahan tersebut menyangkut pula
soal perbedaan tingkat keterlibatan dan derajat perubahan dalam sub sistem
masyarakat yang beraneka ragam.
Pada sisi lain, sosialisasi politik merupakan proses
induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki oleh sistem politik
yang dimaksud. Hasil akhir proses ini adalah seperangkat sikap mental,
kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai dan perasaan-perasaan terhadap
sistem politik dan aneka perannya serta peran yang berlaku. Hasil proses
tersebut juga mencakup pengetahuan tentang nilai-nilai yang mempengaruhi,
serta perasaan mengenai masukan tentang tuntutan dan claim terhadap
sistem, dan output otorotatif-nya.
Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan
fungsi komunikasi politik, berhubungan dengan struktur-struktur yang
terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri. Pada sistem
politik masyarakat modern, institusi seperti kelompok sebaya, komuniti,
sekolah, kelompok kerja, perkumpulan-perkumpulan sukarela, media
komunikasi, partai-partai politik dan institusi pemerintah semuanya dapat
berperan dalam sosialisasi politik. Kemudian perkumpulan-perkumpulan, relasi-relasi
dan partisipasi dalam kehidupan kaum dewasa melanjutkan proses tersebut
untuk seterusnya.
Almond, mengatakan bahwa sosialisasi
politik bisa bersifat nyata (manifes) dan bisa pula tidak nyata (laten).
Sosialisasi Politik Manifes
Sosialisasi Politik Laten
Berlangsung dalam bentuk transmisi informasi,
nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input dan output sistem
politik.
Dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau
perasaan terhadap peran, input dan output mengenai sistem sosial yang
lain seperti keluarga yang mempengaruhi sikap terhadap peran, input dan
output sistem politik yang analog (adanya persamaan).
Dalam suatu bangsa yang majemuk dan besar seperti
Indonesia, India, Cina dan sebagainya, informasi yang diterima oleh aneka
unsur masyarakat akan berlainan karena faktor geografis baik yang di kota
maupun di desa. Pada sebagian besar negara berkembang, pengaruh media masa
(radio, surat kabar dan televisi) di pedesaan sangat terbatas. Oleh karena
itu, pengaruh struktur-struktur sosial tradisional dalam menterjemahkan
informasi yang menjangkau wilayah tersebut amatlah besar. Heterogenitas
informasi ini memperkuat perbedaan orientasi dan sikap (attitude)
diantara kelompok-kelompok yang mengalami sosialisasi primer yang amat
berbeda dari kelompok ataupun teman sebaya.
Berbeda dengan negara yang sudah maju seperti
Amerika, Inggris, Jerman dan sebagainya arus informasi relatif homogen.
Para elite politik pemerintahan mungkin mempunyai sumber-sumber informasi
khusus melalui badan-badan birokrasi tertentu, surat kabar tertentu yang
ditujukan pada kelompok kelas atau politik tertentu. Dengan demikian, semua
kelompok masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi dan media massa
yang relatif homogen dan otonom sehingga hambatan-hambatan bahasa atau
orientasi kultural sangat minim. Masyarakat dapat melakukan kontrol
terhadap para elite politik dan sebaliknya kaum elite-pun dapat segera
mengetahui tuntutan masyarakat dan konsekuensi dari segala macam tindakan
pemerintah.
A. E. PERAN SERTA
BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
1.Pengertian
Partisipasi Politik
Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari
partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya
merupakan bagian dari budaya politik, karena keberadaan struktur-struktur politik
di dalam masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok
penekan dan media masa yang kritis dan aktif. Hal ini merupakan satu
indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan).
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya keterlibatan rakyat dalam proses
politik, bukan sekedar pada tataran formulasi bagi keputusan-keputusan yang
dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik, tetapi terlibat juga
dalam implementasinya yaitu ikut mengawasi dan mengevaluasi implementasi
kebijakan tersebut.
Partisipasi Politik adalah
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif
dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Myron Weiner, terdapat
lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses
politik, yaitu sebagai berikut :
a.Modernisasi
dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak
menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
b.Perubahan-perubahan
struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan
pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan
dalam pola partisipasi politik.
c.Pengaruh kaum
intelektual dan kemunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah
menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan
industrialisasi yang cukup matang.
d.Konflik antar
kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elite, maka yang
dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan
kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih
rakyat.
e.Keterlibatan
pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya
tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam
pembuatan keputusan politik.
2.Konsep
Partisipasi Politik
Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk
memberi gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam
perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting,
terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku)
dan Post Behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi
politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada
umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan.
Dalam ilmu politik sebenarnya apa yang dimaksud
dengan konsep partisipasi politik ? siapa saja yang terlibat ? apa implikasinya
? bagaimana bentuk praktik-praktiknya partisipasi politik ? apakah ada
tingkatan-tingkatan dalam partisipasi politik ? beberapa pertanyaan ini
merupakan hal-hal mendasar yang harus dijawab untuk mendapat kejelasan
tentang konsep partisipasi politik.
Hal pertama yang harus dijawab berkenaan dengan kejelasan konsep
partisipasi politik. Beberapa sarjana yang secara khusus berkecimpung dalam
ilmu politik, merumuskan beberapa konsep partisipasi politik, yang
disampaikan dalam tabel berikut :
Sarjana
Konsep
Indikator
Kevin R.
Hardwick
Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga negara
berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan
kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu
mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.
·Terdapat interaksi antara warga negara dengan pemerintah
·Terdapat usaha warga negara untuk mempengaruhi
pejabat publik.
Miriam
Budiardjo
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang
untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan
memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
·Berupa kegiatan individu atau kelompok
·Bertujuan ikut aktif dalam ke-hidupan politik, memilih pim-pinan
publik atau mempenga-ruhi kebijakan publik.
Ramlan
Surbakti
Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam
menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang
tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik.
·Keikutsertaan warga negara dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
publik
·Dilakukan oleh warga negara biasa
Michael Rush
dan Philip Althoft
Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada
bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
·Berwujud keterlibatan individu dalam sistem politik
·Memiliki tingkatan-tingkatan partisipasi
Huntington
dan Nelson
Partisipasi politik ... kegiatan warga negara preman (private
citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh
pemerintah.
·Berupa kegiatan bukan sikap-sikap dan kepercayaan
·Memiliki tujuan mempengaruh kebijakan publik
·Dilakukan oleh warga negara preman (biasa)
Herbert
McClosky
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses
pembentukan kebijakan umum.
·Berupa kegiatan-kegiatan sukarela
·Dilakukan oleh warga negara
·Warga negara terlibat dalam proses-proses politik
Berdasarkan beberapa defenisi konseptual partisipasi
politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, secara
substansial